MERENDA MASA LALU
Hujan rintik senja
itu membuat udara begitu dingin, tak seorangpun beranjak keluar dari rumahnya,
desa sari kemukus begitu sepi, pintu pintu rumah tertutup rapat , hanya lampu
minyak yang menerangi beberapa rumah,
apa disini tdk ada warung atau kedai makan
untuk berteduh?
Batin ragil ….
Sambil matanya terus mencari siapa tahu ada warung atau kedai makan yang bisa
dipakai untuk berteduh sebentar dan mengisi perutnya yang sedari pagi belum
terisi, saat matanya masih mencari cari, telinganya yg peka mendengar suara
derap kaki kuda dari kejauhan
“ ada suara kuda
berlari kencang dari arah belakang, karena
berfikir mungkin saja mereka adalah para perampok membuat ragil segera melompat ke atas pohon, berlindung agar tidak
terlihat oleh sang pengunggang kuda “
Sekitar dua menit
kemudian, lima ekor kuda berlari kencang melintas di hadapannya,
Hmmm sepertinya para penunggang kuda tersebut
adalah prajurit kerajaan, dilihat dari
baju yang dikenakan? Batin ragil ….. ada apa ya?
Setelah kuda
tersebut melintas agak jauh ragil kemudian melompat turun kembali,keluar dari
tempat persembunyiannya, kemudian berjalan ke arah kuda tersebut menghilang di
tikungan jalan, rasa penasaran membuat
ragil mempercepat langkahnya, jurus “mengikuti awan mendorong angin” membuat kakinya
berjalan seperti tidak memijak bumi, walaupun dia berjalan biasa saja, tetapi
kecepatan langkahnya hampir menyamai kuda berlari, tidak begitu lama akhirnya dari kejauhan dia
melihat kelima penumggamg kuda tersebut berhenti, dan masuk kedalam sebuah
bangunan, Ragil kemudian menunggu
sejenak sekitar beberapa menit, kemudian menyusul kearah penunggang kuda
tersebut masuk.
“Hmm ada kedai
disini” batin ragil,
kedai makan yang
cukup besar walaupun bentuknya sederhana,
kedai tersebut
terbuat dari kayu papan dan dindingnya terbuat dari anyaman bambu, banyak lampu
minyak yang menerangi kedai tersebut sehingga tampak terang dari kejauhan,
ragil berhenti di
depan kedai tersebut sambil mengibas ngibaskan bajunya yang sedikit basah serta
membasuh rambutnya dan wajahnya dengan tangannya dari air hujan, sambil
melangkah agak membungkuk sebagai penghormatan kepada orang yang lebih dahulu
tiba di kedai tersebut, ragil memasuki kedai dan mencari tempat duduk di sudut
ruangan agar tidak mencolok mata pengunjung lain, tidak banyak yang memperhatikan ragil, setelah mendapat tempat duduk, ragil kemudian
memesan makanan serta minuman
Ragil memperhatikan
para pengunjung kedai termasuk ke lima penunggang kuda tadi, walaupun secara
diam diam,
“kang mas ranju
menurut kangmas ada misteri apa di balik menghilangnya selir ningrum? Kalau
memang di culik, pencuri dari mana yang begitu besar nyalinya memasuki istana,
serta masuk sampai kedalam wilayah khusus untuk selir serta keluarga raja saja?
Bukankah tempat itu dijaga oleh para prajurit pilihan?” berkata salah seorang dari penunggang kuda
tadi setengah berbisik,
yang di panggil
sebagai ranju kelihatannya mempunyai kedudukan pangkat serta mempunyai ilmu
silat yang paling tinggi dari yang lain, wajahnya putih bersih, rambutnya
panjang rapi di gulung ke atas, kumis tipis walaupun ada bekas codet dipipinya
tapi tdk mengurangi ketampanan wajahnya, umurnya sekitar 35 tahun,
Ranju tdk segera
menjawab, dahinya berkerut pertanda sedang berfikir keras , mulutnya terkatup matanya agak dipejamkan
sambil membuka sebuah lipatan kain yang
didalamnya terdapat sebuah benda berupa bintang segitiga yang terbuat dari emas
yang ujungnya runcing,
“ masih belum bisa
di tebak adimas galang, satu satunya
benda yang di temukan di bilik selir ningrum tujuh minggu yang lalu adalah
benda ini, jawab ranju sambil menatap ke luar kedai dengan pandangan kosong
seakan akan berusaha mengingat sesuatu .
Untuk orang biasa
percakapan itu akan sulit terdengar, tapi bagi ragil, tidak sesulit itu, Ragil
melirik benda yang dipegang oleh ranju, karena jaraknya tidak terlalu jauh sehingga
diapun dapat melihat benda tersebut, tidak begitu jelas, tetapi cukup untuk
mengetahui bentuknya, dahi ragil
berkerut, sambil mengingat ingat,
sepertinya diapun pernah melihat benda itu tapi dimana?
Tiba tiba ragil agak
dikejutkan oleh pelayan yang datang membawa makanan pesanannya,
“ayo dik
jangan ngelamun dong” kata
pelayan tersebut dengan nada genit
walaupun tidak muda
lagi tapi pelayan tersebut berkulit putih dan cantik hanya karena pakaiannya
yang sederhana sehingga tidak begitu menarik perhatian.
Setelah pelayan
tersebut pergi Ragil kemudian mulai menyuap makanannya sambil sesekali melirik
kearah lima punggawa kerajaan tersebut,
Dari percakapan
mereka ragil akhirnya mengenali mereka, ranju tak lain adalah senopati kerajaan, tampan muda dan berilmu tinggi, berasal dari keluarga bangsawan, bapak ranju
dulu adalah seorang demang, sementara galang adalah adik ranju lain
ibu, galang tak kalah tampannya berhidung mancung serta mempunyai dagu yang
kokoh, diapun dikenal berilmu tinggi,
adapun ketiga yang lainnya adalah prajurit pilihan pengawal ranju dan
galang ……
Malam semakin larut,
hujan malah semakin deras, kelima punggawa kerajaan tersebut akhirnya memanggil
pemilik kedai .. seorang laki laki setengah baya kira kira berusia sekitar 50 tahun berbadan
gemuk wajahnya kehitaman datang dengan tergesa gesa sambil berkata “ ada apa raden?” apakah disekitar sini ada penginapan ?
berkata galang,
“maaf raden” ini
desa kecil tidak ada penginapan disini, rata rata penduduk disini mempunyai
rumah kecil kecil,
kedai saya pun ini
satu satunya yang ada di kampung ini, tapi apabila raden mau tidur, raden boleh
tidur disini ada bale disana yang bisa dipakai tidur sambil menunjuk tempat
duduk yang lebar terbuat dari bambu,
terima kasih paman,
tetapi apa tidak mengganggu keluarga paman? Kata galang lagi
saya dan istri akan
balik ke rumah sambil menunjuk sebuah pondok kecil dibelakang kedai,
“ sekali lagi terima kasih paman” kata galang sopan,
pemilik kedaipun
beranjak kembali ke dapur, “ternyata perempuan tadi adalah istri dari pemilik
kedai tersebut berkata ragil dalam hati,
kalau dilihat sepertinya usia mereka terpaut jauh”
Suasana dalam kedai
tidak begitu ramai selain ke lima punggawa kerajaan tersebut, dan dirinya, masih terdapat sepasang kakek dan
nenek yang sepertinya juga sedang makan sambil menunggu hujan reda, dan seorang pemuda berwajah halus duduk
sendiri sambil minum arak disudut meja yang lain,
walaupun tadi pemuda
ini telah dilihatnya, ragil baru sadar
akan penampilan pemuda tersebut, dilihat dari fisiknya dia terlalu kecil dan
terlalu kurus untuk jadi seorang laki laki wajahnya halus pakaiannya bagus dan
bersih, seperti seorang sastrawan, memegang sebuah kipas dan membaca buku, walaupun memiliki kumis tapi ragil yakin
bahwa pemuda tersebut sebenarnya adalah seorang wanita,
sepertinya pemuda
tersebut tidak begitu peduli akan keadaan sekelilingnya.
Sejam berlalu, hujan
mulai reda, Ragil akhirnya memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya,
Ragil bangkit lalu
menghampiri istri pemilik warung untuk
membayar pesanannya tadi, dan hendak
melangkah keluar kedai, “ kan masih hujan kenapa terburu buru dik? Tegur istri
pemilik warung “
“Oh iya bi, tapi
hujan sudah mulai reda saya akan melanjutkan perjalanan saya kembali”
ragil memanggil
istri pemilik warung dengan sapaan bibi, karena ragil berfikir bahwa usia istri
pemilik warung tersebut, selisih jauh dari umurnya mungkin umur bibi ini sekitar
35 tahun, sedang ragil saat ini baru berusia 20 tahun.
Memang adik ini mau
kemana?
Agak ragu ragu ragil
menjawab, tapi akhirnya iya menjawab
juga,
“Ke desa
kertoraharjo bi”
Mendengar desa
tersebut dahi istri pemilik warung
sedikit berkerut, walaupun hanya sekejap tetapi cukup bagi ragil untuk melihat
perubahan tersebut,
“Desa itukan masih
jauh dik, masih tiga hari perjalanan lagi,
Memang disana ada sanak keluarga?”
“Tidak bi, tidak ada
, tapi saya mempunyai teman disana,
kebetulan bulan lalu ketemu di kota raja, dia mengundang saya ke
rumahnya, katanya minggu nanti ada keramaian disana”
“Oh iya minggu nanti
ada pesta besar diadakan disana selama tujuh hari tujuh malam, untuk merayakan
hari jadi kota tersebut, setiap tahun pengunjungnya pasti ramai, banyak gadis
gadis penari yang diundang untuk menyemarakkan acara, banyak perlombaan, banyak
para sodagar, banyak juga berkumpul
tokoh tokoh silat kelas atas”,
“ramai juga ya bi
? kepala desanya pasti tokoh terkenal
ya?
“kepala desa
kertoraharjo adalah tokoh silat kelas atas, sehingga setiap perayaan ulang
tahun desa tersebut dia selalu mengundang teman temannya para pemimpin
padepokan silat dan tokoh tokoh silat lainnya dari dalam dan juga dari luar
kerajaan ini, bahkan setiap tahun ada perwakilan tokoh silat dari tanah
seberang” lanjut bibi tersebut menjelaskan
Ragil mendengarkan
dengan sungguh sungguh penjelasan dari istri
pemilik warung, walaupun sebenarnya iya
telah mengetahui akan hal tersebut, tetapi iya berlagak tidak tahu,
Terima kasih bi,
sungguh beruntung datang ke desa ini, akan banyak keramaian dan banyak
hiburan kata ragil perlahan,
Istri pemilik kedai
tersebut berkata lagi …. “ biasanya setiap tahun saat pesta diadakan kami buka
kedai disana dik, karena pestanya meriah
banyak pengunjung, sehingga membuat kami bisa mendapatkan pelanggan lebih
banyak
Nanti mampir ke
kedai saya lagi ya dik? Bilang saja kedai bi inah, itu suami saya pak karta
namanya, orang orang sudah tahu disana, karena kami setiap tahun buka kedai
disana,
Iya bi , terima kasih banyak, kata ragil sambil
melangkah pergi.
Desa Kertoraharjo
adalah sebuah desa yang besar, dan maju, mata pencaharian penduduknya
sebahagian besar dari berternak dan berkebun,
tanahnya yg subur karena didesa tersebut terdapat danau yang luas,
membuat desa ini menjadi tempat persinggahan para saudagar, tempat transaksi
jual beli terbesar selain di kota raja,
Banyak sekali
warung, kedai serta penginapan didesa ini, penduduknya ramai, banyak padepokan
silat, dan yang paling terkenal adalah pedepokan silat, wono ireng, padepokan silat ini dipimpin oleh seorang
tokoh silat bernama ki bagus sentani yang di kenal dengan julukan iblis golok
sakti
Ki bagus sentani
bukanlah tokoh silat dari aliran putih,
dia adalah bekas pemimpin rampok yang menguasai daerah ini, dan
bermarkas didalam sebuah hutan, yang bernama wono ireng, sebenarnya nama asli
dari hutan tersebut adalah wono mulyo, tetapi karena hutan tersebut begitu
luas, pohonnya tinggi dan besar, sehingga sinar matahari tidak tembus sampai ke
dalam, yang mana membuat hutan ini terlihat gelap dan menyeramkan, akhirnya
orang orang menamakan hutan ini wono ireng
Ki bagus sentani
adalah kakak seperguruan dari kepala desa kertoraharjo ki agung suroso,
walaupun sifat mereka berdua agak berlainan tetapi sedari muda, mereka selalu
bersama sehingga hubungan meraka sangat akrab satu sama lain.
Ki bagus sentani
telah berusia 60 tahun berbadan tinggi tegap, alis dan bibirnya tebal berkulit
hitam, kepala botak, kumis lebat berwarna putih, walaupun badannya agak gemuk, dan perutnya
buncit, tetapi tidak mengurangi kegesitannya dalam bergerak, senjata andalannya
adalah sebuah golok besar, berwarna hitam yang dinamakan ki ireng,
Dalam hal ilmu
golok, jarang ada yang mampu menandinginya, itulah yang membuartnya begitu
terkenal, ditakuti lawan disegani kawan,
selama menjadi kepala rampok, telah banyak para pesilat yang menjadi
korbannya, baik dari golongan putih maupun dari sesama golongan hitam,
Banyak pengikut
padepokan wono ireng ini, karena hubungan yang dekat dengan ki agung suroso
sehingga banyak dari anggota wono ireng yang menjadi pengawal pribadi ki agung
suroso, ki bagus sentani mempunyai 4
orang istri dan sepuluh orang selir, juga mempunyai tiga orang anak dari tiga
istrinya, sementara istri ke empat belum mempunyai anak, semuanya wanita yang
telah mulai beranjak dewasa, putri pertamanya di beri nama sri ningrum andaya
berumur 20 tahun, putri kedua diberi nama sripadmi andaya berumur 18 tahun, dan
yang bungsu berumur 16 tahun diberi nama sri natani andaya,
setiap kali merampok
ki bagus sentani selalu membawa pulang wanita, baik yang masih gadis maupun
yang sudah bersuami untuk melayani nafsu birahinya, ki bagus sentani sangat
menyukai wanita dan pandai dalam urusan ranjang, kadang dalam semalam dilayani
oleh tiga atau empat wanita sekaligus,
Apabila telah bosan
dengan wanita tersebut maka akan diberikan kepada para anak buahnya, untuk
dijadikan gundik atau untuk diperistri oleh mereka, sehingga lama kelamaan
hutan wono ireng menjadi perkampungan tersendiri, dan akhirnya menjadi sebuah
padepokan silat yang sangat di takuti pada saat itu.
Ki agung suroso berusia
lima puluh dua tahun, berperawakan tinggi kurus, tatapan matanya tajam, agak sipit, hidungnya mancung rambutnya putih
panjang digulung keatas kepala, kumisnya lebat dan putih, pakaiannya terbuat dari sutra yang bagus,
bibirnya tebal jarang tersenyum, mempunyai kebiasaan mendengus lewat hidung,
Ki agung suroso
bukanlah tokoh silat sembarangan, sebagai adik perguruan dari ki bagus sentani
ki agung suroso terkenal di dunia persilatan dengan julukan dewa pedang
hitam, sama seperti kakaknya, ki agung suroso pun mempunyai senjata sakti
berupa pedang tebal dan lebar berwarna hitam, pedang tersebut dinamakan pedang
ular hitam, karena gagang pedang tersebut berbentuk kepala ular, terbuat dari
kayu jati, pedangnya sendiri terbuat dari baja hitam tengahnya bersisik dan
sangat tajam
Ki agung suroso
mempunyai dua istri dan tiga selir, juga mempunyai seorang anak laki laki dari
istri pertamanya bernama maracandil, berumur 20 tahun, dan maya lastri berumur
19 tahun putri dari istri ke duanya,
Ki agung suroso
mempunyai sifat yang agak berlainan dengan kakak seperguruannya, dia lebih
senang bergelut dengan strategi perang, ataupun berpolitik dari pada berada
dalam dekapan para selir, dia bercita
cita untuk dapat menjadi seorang raja, untuk itulah dia selalu meminta bantuan
dari kakak seperguruannya untuk dapat diberikan murid murid padepokan yang
tangguh dan berilmu silat tinggi, untuk dijadikan prajurit tempurnya sebagai
imbalannya dia selalu menyediakan wanita untuk menghibur kakak seperguruannya
tersebut
Dalam kurun waktu
sepuluh tahun saja desa kertoraharjo menjadi sangat maju, mempunyai prajurit
tempur yang banyak dan terlatih karena rata rata para prajurit tersebut adalah
para murid padepokan wonoireng, merasa
masih belum puas akan kekuatan prajuritnya, maka ki agung suroso sengaja
membuat pesta pada setiap perayaan ulang tahun desa kertoraharjo dengan
mengundang para tokoh silat, dari segala penjuru mata angin, agar dapat dibujuk
untuk bergabung dengan para prajuritnya, untuk akhirnya mengadakan kudeta,
menyerang kerajaan dan mengambil kekuasaan. Banyak tokoh tokoh silat kelas satu
baik dari galongan putih maupun dari golongan hitam yang telah berhasil dibujuk
oleh ki agung suroso dengan di imingi wanita dan harta serta kekuasaan
Diantara tokoh tokoh
yang bergabung dengan ki agung suroso ada lima tokoh silat kelas wahid yang
jadi andalannya
Pertama ki mangun asara berjuluk pedang hati mayit seorang tokoh silat golongan hitam yang
terkenal sangat bengis dan sakti
Ki ketek
tunggul yang berjuluk Iblis bermuram durja, ketua padepokan wereng
ungu, di kaki gunung merbabu
Ki patahana berjuluk iblis muka malaikat ketua padepokan elang tunggal di kota raja
Ni sastri berjuluk bidadari jari maut ….. tokoh dari
seberang laut
Dan terakhir ki sastra menjangan berjuluk pendekar tapak
kuda dari ujung kulon
Mereka semua setiap
tahunnya hadir dalam perayaan ulang tahun desa kertoraharjo, selain untuk
berpesta dan bersenang senang juga untuk memantapkan strategi serta menggalang
kekuatan yang besar untuk menyerang kerajaan
Setiap dari mereka
membawa murid murid mereka untuk diikutkan kedalam pesta hingga diantara mereka
telah saling kenal satu sama lain yang mana terjadi keakraban
Hal ini sangat
menggembirakan bagi ki agung suroso, sehingga dia memutuskan pada peringatan
ulang tahun desa kertoraharjo tahun ini, maka mereka akan menyerang kerajaan
dan mengambil alih kekuasaan,
Persiapan seperti
senjata dan bahan makanan telah disiapkan jauh hari sebelumnya, mereka memesan senjata baik itu berupa
tombak, pedang, golok dan lain lain dalam jumlah yang banyak, agar rencana
busuk mereka tidak tercium oleh pihak kerajaan, maka mereka memesan senjata
senjata tersebut dari luar kerajaan yang diselundupkan oleh orang orang suruhan
hingga sampai ke tangan mereka
Begitulah persiapan
telah mulai dimatangkan hingga tidak terasa, waktu hanya tersisa seminggu lagi
sebelum perayaan hari ulang tahun desa kertoraharjo tersebut.
“ ragil ….” Seorang nenek
memanggil cucunya yang baru berumur tiga tahun, anak tersebut sedang berlari lari bermain
bersama seekor kambing di samping sebuah gubuk reot
Dengan tergesa gesa
anak tersebut berlari kearah neneknya yang kemudian menggendongnya masuk
kedalam gubug tersebut.
Didalam gubuk
seorang kakek sedang membungkus sesuatu, dengan rapih dan teliti
“apa menurutmu
bungkusan ini bakal ketahuan apabila kita menyimpannya di dalam gubuk kita?”
Sebaiknya kita
simpan saja di suatu tempat kakang! Di
gubuk kita tidak aman
Kakek itu mangangguk
anggukkan kepalanya mungkin sebagai tanda setuju
Beberapa hari ini
perasaan ku tidak enak dinda, kata kakek kepada nenek, mungkin sudah tiba saatnya …….
Nenek tersenyum dan
berkata, tidak masalah kakang, semuanya kita hadapi berdua, dan aku tidak mau
berpisah darimu kakang
Kakek menatap wajah
nenek sambil tersenyum dan berkata, terima kasih dinda, hanya kasihan kepada anak ini, kedua orang tuanya telah tiada, dan kita
telah berjanji untuk menjaganya serta pusaka titipan ini. Katanya sambil
menunjuk bungkusan tersebut dan sebuah pedang berkilau yang gagangnya terbuat
dari emas,
Kakek itu teringat
peristiwa tiga tahun lalu, ketika sedang berjalan menuju kebunnya, dia
mendengar suara senjata beradu, “ahh sepertinya suara pertempuran batin si kakek sambil bergegas menuju asal
suara tersebut
Dia bersembunyi
dibalik pepohonan untuk memperhatikan apa yang terjadi
“Menyerahlah Daeng” jauh jauh datang dari pulau seberang
sebaiknya daeng jangan mengantar nyawa disini,
menyerahlah berikan semua harta yang kamu bawa serta istrimu yang cantik
itu, pasti nyawa daeng akan ku ampuni
“ persetan dengan
kalian semua, saya datang memenuhi undangan untuk persahabatan, ternyata kalian
semua adalah rampok busuk, kalian lupa
bahwa kalian semua berhutang nyawa kepadaku saat saya menyelamatkan kalian di
tanah makassar dulu, ternyata inilah balasan kalian, kalian mengundang kami sekeluarga untuk
diajak berdagang, tapi ternyata kalian semua adalah para perampok “
Ha Ha Ha tertawa si
pemimpin rampok sambil memuntir kumisnya,
anda terlalu baik hati daeng, bukan salah kami ditolong oleh daeng
dahulu, kami tidak meminta pertolongan, saat itu, tetapi disaat itulah kami melihat bahwa daeng
ternyata seorang sodagar kaya raya ……. Ha ha ha ha …..
Babi kau bagus
sentani, kamu pikir bisa mengalahkan saya dengan ilmumu yang hanya selutut
itu? Jangan mimpi kau bagus, bersama adik seperguruanmu dan anak buahmu
itu mengeroyok aku, tidak bakalan menang
kamu bagus, kata daeng Mappasunggu
Daeng Mappasunggu
adalah seorang sodagar yang kaya raya ditanah Makassar, selain kaya raya daeng
mappasunggu adalah seorang pendekar sakti, berilmu silat tinggi, dan sangat
disegani di tanah Makassar, senjatanya
adalah sebuah badik bergagang emas, bertahta berlian, panjangnya sekitar dua
puluh lima centi, besinya berwarna kuning, dan berurat, aroma angker dari badik
itu langsung tercium saat daeng mappasunggu mencabutnya dari sarungnya
Wajah daeng
mappasunggu menjadi merah padam menahan amarah,
mulutnya terkatup rapat, matanya
merah membara bagaikan api, karena merasa di khianati oleh orang yang
dianggapnya sebagai teman, orang yang dulu pernah ditolongnya dari kematian,
orang yang dipercaya olehnya untuk berdagang,
Suasana menjadi
hening ketika para rampok yang berjumlah dua belas orang itu mengelilingi
kereta kuda milik daeng mappasunggu, yang hanya dikawal oleh dua orang pengawal
saja, didalam kereta terdapat istri
daeng mappasunggu sedang memangku dan menyusui seorang bayi laki laki,
Istri daeng mappasunggu
memang cantik jelita, bukan seorang pesilat, atau pendekar, sehingga pada saat
para perampok menghadang jalan mereka, dia telah gemetar ketakutan, apalagi
melihat jumlah rampok yang banyak sedang suaminya hanya bertiga dengan pengawal
setianya.
“serbuuu” teriak ki
bagus sentani memberikan aba aba untuk menyerang Daeng Mappasunggu, serentak sepuluh orang anak buah rampok itu
maju bersamaan, mengeroyok daeng mappasunggu beserta dua orang pengawalnya,
Pertempuran berjalan
sengit, baru sekitar sepuluh menit pertempuran itu, tiga orang anak buah rampok
mati terkapar dengan usus terburai diterjang badik sakti ditangan daeng
mappasunggu,
Dalam kemarahannya
Daeng Mappasunggu, memang tidak lagi merasa iba kepada lawannya, dia bersilat sangat tenang tetapi semua jurus
yang dikeluarkan olehnya adalah jurus jurus maut yang tidak bakal dapat
tertandingi meskipun oleh ki bagus sentani dan adik seperguruannya turun tangan
sendiri,
Ini disadari betul
oleh ki bagus sentani yang masih berdiri diluar arena pertempuran, sambil
mengamati jalannya pertempuran tersebut, ……
“celaka kita” kata
ki bagus sentani setengah berbisik kepada adiknya ki agung suroso, ternyata ilmu silat Daeng Mappasunggu diluar
perkiraan kita, dia benar benar sakti
luar biasa
Iya kakang … coba
kakang lihat walau bajunya telah terkoyak oleh senjata, tapi tidak menembus kulitnya, Ilmu kebal yang
luar biasa, kata ki agung suroso jerih…
“Apa yang harus kita
lakukan kakang” berkata ki agung suroso
lagi tapi pandangan matanya tak pernah
lepas dari jalannya pertempuran
“kita harus segera
turun tangan Dinda sebelum anak buah kita dibantai habis oleh daeng
mappasunggu” kata ki bagus sentani, agak menyesal dia hanya membawa sepuluh
orang anak buahnya, dia agak salah
memperhitungkan kemampuan dari daeng mappasunggu, walaupun sepuluh orang yang dibawanya
tersebut adalah yang mempunyai ilmu silat yang tertinggi di hutan wono ireng,
tetapi ternyata tidak berarti apa apa di hadapan Daeng mappasunggu.
“makan senjata”
teriak daeng mappasunggu tubuhnya
melejit keatas beberapa tombak, tangan kanan memegang badik berputar diatas
kepala, tangan kiri memukul kedepan,
gelombang angin menghantam lawannya yang ada didepan, saat lawan
menghindar dari serangan gelombang angin tersebut, tubuhnya terdorong ke belakang terkena
tendangan kaki daeng mappasunggu, jerit tertahan mengiringi darah segar yang keluar dari mulutnya, tetapi
itulah jerit terakhir yang bisa dikeluarkannya, karena tangan kanan daeng
mappasunggu yang memegang badik telah melesat kearah leher …. Tak ada suara tak
ada darah saat badik daeng mappasunggu telah menancap dileher musuhnya, itulah saktinya badik yang ada di tangan
daeng mappasunggu, ki bagus sentani dan
ki agung suroso menjadi keder melihat itu.
“kita bunuh 2
pengawal itu terlebih dahulu sebelum kita menghabisi daeng mappasunggu” kata ki bagus sentani sambil melompat
menyerang salah seorang pengawal daeng mappasunggu, begitupun dengan ki agung
suroso, dia memberi aba aba agar anak
buahnya yang tersisa untuk segera mengeroyok daeng mappasunggu,
Sementara terjadi
pertempuran antara ki bagus sentani dan ki agung suroso dengan kedua pengawal
daeng mappasunggu, enam orang anak
buahnya malah terdiam walaupun mereka tetap mengepung daeng mappasunggu, tapi
tak seorangpun yang berani untuk memulai menyerang daeng mappasunggu….
“ setan alas kenapa diam
ayo serang “ teriak ki bagus
sentani melihat keraguan anak buahnya, diteriak macam itu, membuat semangat
anak buah ki bagus sentani bangkit lagi, mereka mulai menyerang secara
berbarengan…
Tetapi walau jumlah
mereka ada enam orang ditambah dua kali lipatpun lagi tidak akan bisa
mengalahkan daeng mappasunggu, sehingga
kurang dari lima menit, seorang lagi jatuh tersungkur lehernya tertembus badik,
tidak mengeluarkan darah tidak sempat untuk bersuara,
Disaat jumlah mereka
tersisa lima orang lagi, maka ciutlah nyali mereka sehingga mereka melompat
mundur menjauh dari daeng mappasunggu bediri,
“ ayo kalau takut
pergi sana , jangan memaksakan
keberuntungan” kata daeng mappasunggu
dingin, wajahnya merah tetapi pandangan
matanya dingin
Disaat mereka ragu
tiba tiba dari arah belakang mereka terdengar desiran angin yang halus disaat mereka
menyadari ….. disamping mereka telah berdiri seorang laki laki berambut putih panjang berbaju
serba putih, memegang pedang bergagang tengkorak ……… dia menatap tajam kearah
daeng mappasunggu,
“sebaiknya Daeng
menyerah saja” kata sirambut putih
“siapa kamu ki
sanak” berkata daeng mappasunggu dingin,
wajahnya sudah tidak semerah tadi tetapi tatapan matanya masih sangat
mengerikan akibat kemarahan yg ditahan
“ saya bernama
mangun asara daeng” berkata sirambut
putih kalem
Oh jadi ini orangnya
iblis yang berjuluk pedang hati
mayit batin Daeng Mappasunggu, tiba tiba terdengar dua teriakan berturut
turut, dua orang pengawal kepercayaan
daeng mappasunggu jatuh tersungkur bermandikan darah, tewas seketika
Ternyata ki bagus
sentani dan ki agung suroso telah berhasil mengalahkan mereka
Tidak ada reaksi
berlebihan dari daeng mappasunggu dia hanya melirik sekilas kearah
pengawalnya yang telah meninggal
tersebut
Matanya kembali
tertuju pada ki mangun asara, yang kini
disampingnya telah berdiri ki bagus sentani dan ki agung suroso,
“Sebenarnya kalian
bertiga bukanlah lawanku, kalau mengeroyokku mungkin saja kalian bisa menang,
tetapi kalian bertiga tetaplah bukan lawan yg sepadan untukku “
silakan untuk menguji keberuntunganmu
berkata daeng mappasunggu dingin,
matanya merah menyorot tajam, siapapun yang memandangnya pasti akan
keder dibuatnya, tak terkecuali 3 pentolan rampok ini, “ tetapi walaupun demikian sebagai tokoh
persilatan nomor wahid mereka jelas tidak ingin kehilangan muka,
walaupun hatinya
memang bergidik tetapi ki mangun asara tiba tiba tertawa terbahak bahak, keras sekali karena disertai pengerahan
tenaga dalam, sehingga ke lima anak buah ki bagus sentani harus menutup telinga
mereka dengan erat serta mengerahkan tenaga dalam mereka untuk melindungi gendang
telinga dan jantung mereka dari serangan suara tadi,
“jurus setan
tertawamu itu hanya cocok untuk menakuti anak kecil, ki mangun asara, tidak
perlu dikeluarkan dihadapanku” kata
daeng mappasunggu wajah dan nada bicaranya tetap dingin
Ki mangun asara
makin keras tertawa, kali ini bukan hanya ke lima kroco anak buah ki bagus
sentani yang terkena dampaknya, tetapi juga kibagus sentani dan ki agung suroso
harus mengerahkan tenaga dalam guna melindungi diri mereka
Daeng mappasunggu
sama sekali tidak terpengaruh oleh kekuatan serangan suara tadi, sedari awal
munculnya iblis pedang hati mayit, dia telah mengerahkan tenaga dalamnya untuk
melindungi diri dari serangan suara ataupun serangan asap tengkorak yang akan
keluar dari gagang pedang, ki mangun asara.
Sebagai seorang
pendekar dan saudagar maka daeng mappasunggu banyak berkelana ke berbagai
daerah, dan banyak dengar dan banyak tahu tentang kelebihan atau kekurangan
para pendekar didunia persilatan baik dari golongan hitam maupun dari golongan
putih, karena itulah walaupun belum
pernah bertemu dengan iblis pedang hati mayit, tetapi dia sudah pernah
mendengar akan kehebatan jurus setan tertawa, dan jurus asap awan berhembus
sebagai senjata rahasia dari iblis ini
Daeng mappasunggu
tdk bergerak sedikitpun, matanya menatap
tajam ki mangun asara, kali ini bibirnya tersenyum mengejek, perlahan dan
dingin dia berkata,
“sudah saya katakan,
jangan mengeluarkan permainan anak kecil dihadapanku” kata daeng mappasunggu
Daeng mappasunggu tetap
diam di tempat dia tidak bergeming ataupun menyerang ke tiga iblis tersebut,
padahal kalau mau daeng mappasunggu dapat mengalahkan ketiganya, karena memang
ilmu ketiga iblis tersebut masih di bawah ilmu daeng mappasunggu, walaupun
mungkin memerlukan waktu yang lama tapi setidaknya dikeroyok mereka bertiga pun
sebenarnya ilmu daeng mappasunggu masih lebih baik, ini juga disadari oleh ketiga iblis tersebut,
walaupun unggul jumlah, dan juga mempunyai nama besar, tetapi mereka tidak
gegabah untuk segera menyerang daeng mappasunggu, karena mereka masih belum
yakin dapat mengalahkan tokoh silat dari timur ini, mereka masih menimbang nimbang antara
menyerang atau menghindar sekalian, tetapi apabila mereka melarikan diri maka
tujuan mereka merampok uang, emas perhiasan serta senjata pusaka yang dibawa
oleh daeng mappasunggu jadi gagal, dan mungkin mereka tidak bisa lagi
mendapatkannya
Mereka mendengar
bahwa Daeng Mappasunggu baru saja dari pulau sumatera di barat sana untuk
berdagang, dari sana tersiar kabar bahwa daeng mappasunggu mendapatkan hadiah
berupa senjata pusaka yang sakti, yaitu sebuah tombak bermata dua yang
pegangannya terbuat dari gading, dan mata tombaknya terbuat dari intan, pusaka tersebut didapatkan dari seorang tokoh
silat pemimpin sebuah padepokan disana yang memang telah lama berteman baik
dengan daeng mappasunggu, dan juga merupakan mertuanya sendiri, karena telah
memperistri anak dari tokoh silat tadi,
hasil pernikahan tersebut telah menghasilkan seorang anak laki laki yang
diberi nama Baso Barani, setelah tinggal di sumatera selama tiga tahun akhirnya
daeng mappasunggu berniat pulang ke Sulawesi memboyong anak dan istrinya,
anaknya saat ini baru berusia enam bulan, sesampainya di tanah jawa dia mendapat
undangan dari kibagus sentani untuk mampir ke padepokannya, ki bagus sentani ingin menjamu dengan alasan
nyawanya pernah diselamatkan oleh daeng mappasunggu saat ikut mencari harta
karun di pulau Sulawesi, karena itulah daeng mappasunggu akhirnya berdiri
ditempatnya sekarang memegang badik yang terhunus
Tapi ada satu yang
sama sekali luput dari perhatian ki bagus sentani dan kawan kawannya, bahwa
sebenarnya Daeng mappasunggu tidak menyerang mereka bertiga bukan karena keder
apalagi takut, melainkan karena Daeng Mappasunggu sebenarnya kehabisan
tenaga, mereka tidak sadar bahwa
semenjak munculnya ki mangun asara, maka daeng mappasunggu telah mengetahui
kelebihan ilmu iblis ini sehingga dia telah melindungi diri dengan pengerahan
tenaga dalam agar tidak terkena serangan jurus setan tertawa milik ki mangun
asara, tidak hanya itu tetapi dia juga melindungi anak istrinya dari serangan
itu, dia memayungi kereta dengan tenaga
dalammya, agar anak istrinya terlindungi dari serangan tersebut, itulah yang menyebabkan mengapa Daeng
Mappasunggu tidak menyerang mereka bertiga, dan juga berharap ketiga iblis ini
mau menyudahi serangannya, agar anak istrinya dapat selamat,
Tetapi begitulah
sifat manusia yang selalu serakah, ketiga iblis ini sebenarnya sudah mulai
menyadari bahwa daeng mappasunggu bukanlah pendekar yang bisa mereka kalahkan,
tetapi gadaan pusaka serta harta yang dibawa oleh Daeng mappasunggu membuat
mereka tetap berfikiran untuk bisa menghabisi daeng mappasunggu,
“bersiaplah untuk
mati daeng” berkata ki mangun asara,
dia segera mencabut pedangnya dan segera menyerang dengan jurus “ pedang
dalam keranda …..”
Jurus ini sangat
dahsyat setiap sabetannya berhawa dingin dan penuh gerak tipuan yang sulit
untuk ditebak, tapi daeng mappasunggu mempunyai ilmu silat masih setingkat
diatas ilmu ketiga iblis yang mengurungnya tersebut, apalagi dia banyak
berkelana ke berbagai daerah sehingga dia telah banyak mengetahui gerak dasar
pada setiap daerah, jurus pedang dalam keranda yang dikeluarkan oleh ki mangun asara
boleh saja cepat sehingga hampir tidak terlihat, tetapi bagi daeng mappasunggu
jurus tersebut tidak layak untuk ditakuti ….
“hanya seginikah
kemampuanmu iblis?, tidak adakah jurus yang lebih baik dari ini? Kata daeng dingin, merasa jurusnya disepelekan ki mangun asara mulai memainkan pedangnya
lebih dahsyat lagi, jurus pedang menangis,
pedang melayat, dan jurus pedang memangku bumi dikeluarkannya, tetapi
sama sekali tidak mampu untuk mendesak daeng mappasunggu, melihat hal tersebut ki bagus sentani dan ki agung suroso segera
memasuki arena pertarungan, ki bagus sentani segera mengeluarkan golok
besarnya, dan ki agung suroso segera mencabut pedang hitamnya, mereka bertiga menyerang daeng
mappasunggu, dengan sekuat tenaga …
Menghadapi ketiga
iblis ini membuat daeng mappasunggu sedikit terdesak, walaupun secara umum
mampu mengimbangi ketiganya tapi
tenaganya banyak sekali terkuras karena separuh tenaga dalamnya tetap di
kerahkan khusus untuk melindungi kereta
Badik ditangan daeng
mappasunggu menderu mendesir menimbulkan suara yang membuat siapapun yang
mendengarnya jadi merinding, kilauan
sinar kuning dari badik itu melindungi dirinya dari keroyokan tiga iblis
tersebut, seratus jurus telah
berlalu pertarungan satu melawan tiga
itu tetap berjalan seimbang,
Merasa bahwa apabila
melayani dengan bertahan akan menguras tenaganya, akhirnya daeng mappasunggu
memutuskan untuk segera menyelesaikan pertarungan itu, dia mulai balas
menyerang , badik ditangan kanannya berputar seperti kipas, tangan kirinya
didorong kedepan menghasilkan hembusan angin yang dahsayat kemudian badik tiba
tiba didorong kedepan kedalam pusaran hembusan angin yang dibuat oleh tangan
kiri maka meluncurlah secarik sinar
kuning yang dibungkus angin membara , inilah jurus kipas berputar angin
berhembus , jurus yang sangat dahsyat,
ke tiga iblis itu terkejut, ki mangun
asara cepat sekali membungkus dirinya dengan sinar pedangnya untuk melindungi
diri dari serangan tersebut kakinya menekuk dan melompat stinggi tiga tombak ke
atas, maka selamatlah dia, ki bagus
sentani , cepat buang diri kesamping kanan goloknya coba diputar untuk melindungi
diri dari serangan tersebut, tetapi tetap saja golok besarnya patah tersapu
sinar kuning dari serangan jurus daeng mappasunggu, beruntung bagi ki agung suroso bahwa pada
saat serangan itu terjadi posisinya berada di belakang daeng mappasunggu sehingga
serangan tersebut tidak langsung tertuju kepada dirinya, sehingga dia hanya
terhuyung dua langkah kebelakang oleh dorongan angin serangan dahsyat tersebut.
Yang celaka adalah
kelima sisa anak buah ki bagus sentani, tak ada satupun yang berhasil selamat
dari serangan tersebut, kelimanya terhempas sejauh tiga tombak, tewas seketika
dengan luka bakar yang dahsyat, tak ada erangan tak ada darah, sungguh badik di tangan daeng mappasunggu
sangat dahsyat,
Daeng mappasunggu
berdiri dengan gagahnya, tangan kanan menggenggam badiknya, matanya penuh
wibawa ketika dia berkata
“ kroco macam kalian
lah yang mengotori dunia persilatan, keadilan susah ditegakkan apabila kalian
bertiga masih malang melintang didalamnya,
Cuma ada dua solusinya, bertobatlah sekarang juga atau mati” kata kata tersebut di keluarkan oleh daeng
mappasunggu dengan pelan dan perlahan, membuat siapapun yang mendengarnya
merinding
Ketiga iblis itu
saling memandang, “ ha ha ha ha tiba tiba ki mangun asara kembali
tertawa, walaupun tidak disertai tenaga
dalam, tapai suara tertawanya keras.
“ ada apa gerangan”
mengapa jurus setan tertawanya tidak
disertai aliran tenaga dalam ? batin daeng mappasunggu
Ketiga iblis segera
memasang kuda kuda, peluh menetes dari
dahi mereka, sinar mata ki agung suroso sudah mulai memancarkan rasa
takut, hanya angin serangan dahsyat itu
telah membuatnya terhuyung dua langkah ke belakang dan ujung bibirnya
mengeluarkan darah, untung tenaga dalamnya masih bisa melindungi jantung dan
paru parunya, bagaimana jadinya seandainya serangan itu sengaja diarahkan
kepada dirinya
Merasa tidak bakalan
menang, ki bagus sentani mengedipkan mata kearah kedua rekannya, keduanya mengangguk tanda
setuju, hal ini tidak lepas dari
pengelihatan daeng mappasunggu, segera dia membuat persiapan, memasang kuda
kuda dia telah bertekat untuk membunuh ketiga iblis tersebut, disinilah
kelengahan dari daeng mappasunggu, dia
mengira bahwa ketiga lawannya berniat untuk melarikan diri, sehingga dia
mempersiapkan diri untuk menyerang dengan jurus andalannya sehingga lupa memasang
pertahanan yang baik,
Tiba tiba ki agung
suroso yang memang telah jerih melompat tiga tombak keudara, berputar dua kali
agak menjauh dari arena, merasa bahwa tebakannya benar, daeng mappasunggu segera mengerahkan tenaga
dalamnya ke badik ditangan kanan dan separuh lagi ke kepalan tinju ditangan
kiri … dia siap untuk melancarkan serangan badik menari topan berhenti,
Ternyata ketiga
iblis tersebut tidak berencana melarikan diri, tapi hal tersebut terlambat
disadari oleh daeng mappasunggu, saat tangan kirinya siap memukul kedepan untuk
menghalangi ki agung suroso melarikan diri, tiba tiba dari semak belukar
berterbangan anak panah, yang sangat banyak kearah daeng mappasunggu juga
kearah kereta,
Daeng mappasunggu
terkejut, badik ditangan kanannya didorong
kedepan menghantam puluhan anak panah
yang mengarah ke kereta, tangan kiri
mengantam ke semak belukar asal anak panah tersebut, akibatnya sungguh dahsyat, delapan orang
tewas seketika disapu angin dari tangan kiri daeng mappasunggu, dan
sinar kuning berhasil menghanguskan seluruh anak panah yang menuju ke kereta
, tetapi saat itulah pertahanan daeng mappasunggu terbuka lebar
serangan panah mengenai tubuhnya yang memang tdk dihiraukan karena dia
mempunyai ilmu kebal, sekali lagi bukan
serangan anak panah yang mengalahkan dia, ki mangun asara secepat kilat
menerjang kearah daeng mappasunggu, badannya meluncur ke depan bagai anak panah
kedua tangannya lurus kedepan memegang erat pedang tengkorak, dan pedang
tengkorak telak mengenai dada daeng mappasunggu tidak ada darah, dada daeng
mampasunggu tidak tertembus oleh pedang tengkorak, tapi itu cukup membuatnya
terhuyung lima langkah,dan menderita luka dalam yang cukup parah, disaat keseimbangan dirinya belum pulih ki
bagus sentani yang goloknya telah patah melancarkan pukulan jarak jauh yang dibernama tinju
tombak berangin …..
“ dess “ pukulan
tersebut tepat mengenai dada daeng mappasunggu membuatnya terpelanting ke
belakang, lagi lagi bukan pukulan itu yang membuatnya kalah, disaat terpelanting kebelakang tubuhnya jatuh
kedalam lubang sedalam 5 meter yang didalamnya telah dipasang tombak bambu
runcing mengarah keatas
Inilah jebakan yang telah dipersiapkan oleh ki
bagus sentani sebelumnya, lubang ini ditutup oleh rumput dan jerami sehingga
tidak terlihat oleh daeng mappasunggu
Daeng mappasunggu
tewas seketika tubuhnya terpanggang bambu runcing, ilmu kebalnya tidak dapat melindunginya dari
ujung bambu.
“lawan yang sangat
tangguh” kata ki bagus sentani perlahan
sambil berdiri di bibir lubang, memandang tubuh daeng mappasunggu yg sudah
tidak bergerak lagi
Anak buah ki mangun
asara segera keluar dari tempat persembunyiannya, ternyata saat datang tadi ki mangun asara
membawa tiga puluh orang anak buahnya yang akan melindunginya apabila
diperlukan, dan suara tawa tadi, ternyata merupakan isyarat buat anak buahnya
untuk menyerang, makanya dia tidak menggunakan tenaga dalamnya
“Pengorbanan yang
sepadan” satu orang pendekar sakti ditukar dengan nyawa delapan belas murid
perguruan terbaik kata ki mangun asara
Setelah memeriksa
kereta, ternyata didalam kereta hanya terdapat mayat istri daeng
mappasunggu, uang dan emas perhiasan,
tapi tidak berhasil menemukan anak daeng mappasunggu dan pusaka yang
dibawanya, hal ini membuat ki mangun
asara begitu gusar karena sebagai tokoh silat dia sangat menginginkan senjata
pusaka tersebut, uang gampang dicari katanya bergumam kecil tetapi senjata
tombak pusaka dan pedang itu tiada duanya,
sambil memasukkan badik daeng mappasunggu kedalam sarungnya lalu
membawanya pergi,
Sementara itu ki
agung suroso, dan ki bagus sentani masih sibuk mengumpulkan emas perhiasan
milik daeng mappasunggu, ki bagus
sentani memperhatikan mayat istri daeng mappasunggu sambil berkata
“sungguh sayang
wanita secantik ini harus mati sebelum saya merasakan kenikmatan tubuhnya”
Mereka semua
meninggalkan tempat kejadian tersebut.
Ki bagus sentani dan
ki agung suroso pulang ke desa kertoraharjo untuk membagi hasil
rampokannya, lalu kemana ki mangun
asara?
Setelah mengetahui
bahwa senjata pusaka tombak mata dua, dan pedang pusaka serta bayi daeng
mappasunggu, tidak terdapat didalam kereta, maka dengan segera ki mangun asara
meninggalkan tempat dan menyebar anak buahnya untuk mengetahui dimana anak
daeng mappasunggu dan senjata pusaka itu berada …… segera dia melayang
mempergunakan ilmu meringankan tubuh untuk menyusul pembawa pusaka dan anak itu
“tidak mungkin
berjalan sendiri” pasti ada orang yang menolongnya gumam ki mangun asara sambil melayang jauh.
Kakek tersebut terus
bersembunyi di balik semak belukar, dan terus mendengarkan percakapan serta
pertempuran tersebut, sampai akhirnya dia sadar bahwa ada seorang perempuan
istri saudagar tersebut dan seorang bayi laki laki kecil diatas kereta,
sehingga pada saat munculnya ki mangun asara, kakek ini memutuskan untuk
menolong ibu dan bayinya yang ada di dalam kereta, karena melihat, bahwa ki
mangun asara membawa banyak sekali pengikut yang bersembunyi dibalik semak,
Saat ki mangun asara
tertawa, wajah kakek tersebut berubah menjadi merah
“Celaka” katanya, “jurus setan tertawa” sambil cepat cepat mengerahkan tenaga dalammya
untuk melindungi telinga dan jantungnya, saat itulah tanpa sepengetahuan yang
sedang bertempur kakek ini berkelebat melayang mendekati kereta, saat ki mangun
asara tertawa lebih keras kakek ini sudah berada di dalam kereta, dia agak terkejut juga bahwa pengaruh suara
itu disekitar kereta tidak sedahsyat di luar kereta, akhirnya dia sadar bahwa
kereta dilindungi oleh sebahagian tenaga dalam dari sang saudagar.
Kakek membuka kereta
dan menerobos masuk dengan hati hati, mata ibu muda itu terlihat sayu tapi dia
terus mendekap erat bayi nya,
Kakek itu berbisik,
“jangan takut saya bukan anggota perampok, saya akan menolongmu, dan
bayimu”
Akhirnya ibu bayi
itu bersuara sangat lemah sambil mengendorkan dekapannya “ tolang anak saya
kakek bawa dia pergi, bawa juga
bungkusan dan pedang itu, ayah saya akan mengenali pedang itu kelak bila
mencariku”
Setelah itu ibu muda
itu tewas, ternyata fisik yang lemah ditambah sama sekali tidak menguasai ilmu
silat walaupun ayahnya adalah ketua padepokan silat, membuat ibu muda itu tidak
dapat bertahan dari serangan jurus setan tertawa yang dilancarkan oleh ki
mangun asara.
Kakek itu cepat
mendekap bayi tersebut membawanya
berkelebat meninggalkan tempat itu,
ditengah perjalanan kakek itu berhenti lalu kemudian berfikir akan
dibawa kemana anak ini, karena apabila dibawa ke desa tentu desa kecil dan
terpencil itu akan heboh, dari mana dia mendapatkan anak itu, dan akhirnya akan
ketahuan apabila para perampok itu ternyata mengincar juga anak ini
Tiba tiba sikakek
melompat ke atas pohon, gerakannya sangat gesit padahal kakek itu telah berumur
sekitar 60 tahun, ini menandakan bahwa kakek itu sebenarnya ahli silat, dia
mengikat bayi tersebut diatas pohon agar tidak jatuh, lalu iya melayang kembali
ke tanah, kemudian mengambil cangkulnya dan berjalan kembali memasuki desa seolah
tidak terjadi apa apa.
Saat memasuki rumah,
kakek tersebut langsung menemui istrinya
dan menceritakan yang terjadi, setelah
berunding mereka akhirnya memutuskan
untuk membawa bayi tersebut pergi dari desa ini
Disaat sedang siap
siap untuk berangkat, kakek dan nenek mendengar suara derap kaki kuda yang
banyak, dan melihat ki mangun asara lalu lalang menanyai beberapa
penduduk. Tahulah sang kakek bahwa ayah
anak tersebut tentu telah tewas
Kakek dan nenek
tersebut berjalan seperti biasa menuju hutan dimana sang kakek meninggalkan
bayi tersebut, setelah mangambil bayi
tersebut kakek dan nenek tersebut melayang meninggalkan tempat itu, si bayi dalam gendongan nenek jadi tertidur
karena seakan dibawa terbang oleh nenek tersebut,
Siapakah kakek dan
nenek ini? ,,,,
Kakek ini dulu
terkenal dengan nama ki ageng santoso,
dia dimasa mudanya adalah seorang prajurit di kota raja, saat setelah menjadi
hulu balang, ki ageng santoso jatuh
cinta pada selir baginda yang merupakan anak dari ketua padepokan kencana ungu,
sri sulastri namanya, menurun bakat dari orang tuanya sri sulastri sangat
menggemari ilmu silat, dan akhirnya terkenal dengan julukan bajing abang, karena
kemana mana sri sulastri selalu menggunakan baju merah.
Sri sulastri rela
menjadi selir baginda raja karena kedekatan hubungan ayahnya dengan baginda
raja, sampai suatu hari sri sulastri
bertemu dengan hulu balang ageng santoso, yang membuatnya merasakan jatuh cinta
yang pertama kali, akhirnya mereka memutuskan untuk maninggalkan kota raja dan
berkelana kemana mana, dan akhirnya menetap di desa suka maju
Dari keduanya lahir
seorang putri yang mereka beri nama inung wulan, inung wulan akhirnya menikah dengan
seorang saudagar dari negeri seberang dan diboyong ke sana, semenjak saat itu kehidupan ki ageng santoso
dan sri sulastri, menjadi sepi, mereka sangat merindukan anak mereka yang
sampai saat ini tidak mereka ketahui kemana rimbanya.
Karena itu semenjak
menemukan anak saudagar itu, kehidupan kakek dan nenek tersebut menjadi ceria
kembali, dia menganggap anak itu seperti cucunya sendiri, walaupun mengetahui
nama asli anak tersebut, tetapai demi keselamatan anak itu maka ki ageng santoso mengganti nama baso
menjadi ragil, dan untuk tidak menghilangkan identitas asli anak tersebut ki
ageng santoso membuatkan sebuah kalung dari kain, yang ada ukiran dua huruf
kecil BB.
Selama tiga tahun ki
ageng santoso dan istrinya membawa ragil mengembara sampai ke kota raja, di
kota raja kakek dan nenek tersebut tinggal disebuah gubuk di pinggiran kota,
“ada apa kang mas kok
melamun” kata nenek membuyarkan lamunan
sang kakek,
“tidak apa apa
dinda, sya hanya mencemaskan keselamatan ragil,
anak buah ki mangun asara mencari pusaka dan anak ini sudah sampai kota
raja” waktu yang berjalan tiga tahun
ternyata tidak menyurutkan niat iblis itu untuk mendapatkan pusaka ini lanjut
sang kakek
“ menurut yang saya
dengar ki mangun asara menjanjikan
hadiah bagi yang bisa menemukan kita dinda”
mungkin karena kitalah satu satunya keluarga yang meninggalkan desa pada
saat kejadian tersebut, kata kakek lagi,
“berat rasanya
berpisah dengan ragil kang mas” selama
ini dialah yang menjadi semangat saya menempuh hidup ini selain kang mas
sendiri” kata nenek sambil bersandar di pundak suaminya
Mereka berdua
menatap ragil yang tertidur pulas di pangkuan sang nenek
“apa boleh buat
dinda, apapun yang terjadi kita harus
membawa ragil ke tempat aman apakah dinda punya ide? “ kata sang kakek
Kalau menurut saya
kang mas, kita titip ragil ke nyi sekar di istana, bukankah nyi sekar adalah guru baca tulis di
istana, dan mengatakan bahwa itu cucu kita
anak dari Inung wulan, yang ada di seberang negeri, agar kalau seandainya kita rindu kepada ragil
kita dapat mengunjungi nyi sekar diistana, ditangan nyi sekar saya pikir hidup
ragil akan lebih aman dan terjamin
Kakek mengangguk
membenarkan kata istrinya, “ tapi apakah nyi sekar mau? Untuk menjaga ragil
dinda?”
“Saya pikir mau
kanda, karena nyi sekar sewaktu kecil dipelihara oleh ayah saya di padepokan, “
Akhirnya pada hari
yang di tentukan berangkatlah sang nenek membawa ragil ke istana untuk
menitipkan ragil, kakek menjaga istrinya
dari kejauhan agar tidak mengundang kecurigaan kepada mata mata ki mangun
asara,
Setelah beberapa
lama akhirnya keluarlah nyi sri sulastri dari istana,
“gimana dinda ? Apa
semua sudah beres? “ kata ki ageng santooso kepada istrinya saat mereka bertemu di simpang jalan, iistrinya tidak berkata apa apa hanya
mengedipkan matanya sambil tersenyum yang dibalas oleh sang kakek juga dengan
senyuman dan mata yang berbinar.
Demikianlah semenjak
saat itu ragil diasuh oleh nyi sekar diistana, karena nyi sekar adalah guru
baca tulis maka semenjak usia empat tahun ragil sudah dapat menulis dan membaca
Ragil termasuk
cerdas dan gemar membaca, usia enam tahun dia membaca hampir semua buku di
ruang baca istana, karena setiap kali mengajar maka nyi sekar membawa serta ragil
bersamanya, menyuruhnya menunggu selama berjam jam dan hanya di temani oleh
buku didalam ruang baca istana, walaupun tidak begitu paham saat membaca sebahagian besar buku buku
tersebut, tetapi setidaknya dia menghapalkan isi buku tersebut di luar kepala.
Waktu terus berputar
tidak terasa sudah empat tahun lamanya ragil tinggal di dalam istana bersama
nyi sekar, ragil banyak bergaul dengan
anak dayang istana, ataupun anak dari juru masak, tukang kebun istana, sampai suatu hari kakek dan neneknya datang
disuatu malam untuk segera mengambil ragil dan membawanya pergi dari
istana, nyi sekar sampai bingung mengapa
kakek dan neneknya tiba tiba ingin membawa ragil, tetapi nyi sri sulastri
berkata bahwa nanti dia akan menjelaskan segalanya kepada nyi sekar, dengan
tatapan berat nyi sekar melepaskan ragil dibawa oleh kakek dan neneknya.
Tidak seberapa lama
setelah ragil dibawa pergi, datanglah seorang prajurit istana mencari nyi
sekar?
Ada apa tuan ingin
bertemu dengan saya? Kata nyi sekar
kepada sang prajurit
“begini nyi, kami
mendengar bahwa nyi mempunyai seorang anak laki laki yang sudah berumur tujuh
tahun ?”
“tidak tuan, saya
tidak menikah bagaimana bisa mempunyai
seorang anak?”
“tetapi menurut
kabar nyi selalu terlihat bersama anak
kecil saat mengajarkan baca dan tulis?”
“ oh itu anak
saudara saya yang dititip sementara waktu, karena ke dua orang tuanya sedang
berdagang ke kerajaan lain? “ ada apa
tuan apa ada masalah? Kata nyi sekar
Tidak apa apa nyi,
sya hanya ingin melihat anak tersebut sebentar saja nyi?
Boleh saja tuan,
tapi bukankan seorang prajurit tidak bisa seenaknya memasuki istana? Apalagi
ruang baca kerajaan yang tidak sembarang orang bisa memasukinya, ?
Atau boleh saya antar
tuan menghadap ke senopati untuk meminta izin memasuki ruang baca tuan? Kata
nyi sekar mengancam
Oh tidak usah nyi,
kata orang itu buru buru pergi,
Tetapi karena
perkataan nyi sekar, maka orang orang suruhan masih menganggap bahwa ragil ada
didalam istana bersama nyi sekar, maka
pada malam berikutnya, terjadilah kehebohan dimana nyi sekar ditemukan tewas
bersimbah darah dikamarnya,
Keadaan ini membuat
raja begitu murka, karena merasa kewibawaannya tercoreng akibat kejadian
tersebut, tidak tanggung tanggung, seluruh pejabat istana dikumpulkan, dan
disuruh untuk menyelidiki keadaan ini, yang membuat kaki tangan ki mangun asara
menjadi keder
“setan alas kemana
perginya anak itu” bentak ki mangun asara
murka,
Tak satupun dari
anak buah, dan orang suruhannya yang berani mangangkat muka, apalagi menatap
wajah ki mangun asara
Ki
mangun asara kemudian melipat gandakan hadiah bagi siapa saja yang dapat menangkap hidup atau mati anak
daeng mappasunggu, tetapi untuk kakek dan nenek yang menolongnya harus ditangkap
hidup hidup guna mengorek keterangan mengenai senjata pusaka tersebut.
Setelah keluar dari
istana ki ageng santoso dan istrinya membawa ragil bersembunyi didalam hutan,
yang mana didalam hutan tersebut terdapat gua yang tidak terlihat karena tersembunyi
dibalik air terjun, disanalah mereka bertiga menetap untuk sementara, selama di dalam gua ki ageng santoso mengajarkan ragil mencari
ikan, dan buah buahan untuk makan, mengajari berburu binatang hutan, mengajari
manangkap ular, kelelawar dan kalajengking yang ada didalam gua, walaupun tidak
pernah mengajarkan ilmu silat, tetapi ki ageng suroso memberinya bacaan berupa kitab silat, sebagai
teman ragil dikala sepi,
kadang memang ragil
ditinggal sendiri didalam gua oleh kakek dan neneknya berhari hari lamanya, untuk mengisi harinya maka ragil banyak
membaca kitab silat pemberian kakeknya yang ada didalam gua tersebut, hanya
dalam waktu empat bulan saja seluruh kitab silat yang ada di dalam gua habis
dibaca dan dihapalkan semua gerakannya,
bahkan kitab tentang masakanpun dihalahapnya, kakek dan neneknya begitu
gembira melihat kegemaran ragil dalam membaca serta kecerdasan otaknya yang
bisa menghafal semua gerakan yang terdapat dalam kitab ilmu silat
tersebut,
kadang kakek dan
neneknya sengaja berlatih ilmu silat dihadapan ragil, dan sengaja membuat kesalahan dari gerakan
yang seharusnya, tiba tiba ragil berteriak,
“aduh gerakan nya
salah kakek, seharusnya menurut buku begini “ kata ragil sambil bersilat
dihadapan kakeknya sesuai buku yang dibacanya,
“ nafasnya harus
dikeluarkan dari hidung seperti ini, katanya memberi contoh, bukan dari mulut seperti yang kakek lakukan
tadi katanya lagi seolah dialah gurunya,
Sang kakek
memperhatikan gerakan yang dibuat ragil sambil berbisik ke telinga istrinya
“ sepertinya ragil
betul betul telah hapal dengan gerakan ilmu silat kita” hanya agak kaku karena
jarang berlatih” belum istrinya menjawab, terdengar suara
“iya kakek memang
memang gerakannya masih kaku karena saya masih kurang latihan, tetapi gerakan
tadi sudah sesuai dengan buku yang kakek berikan? “ Tiba tiba ragil berteriak dari jauh, dari
tempat dia memperagakan gerakan tadi yang kira kira jaraknya, sekitar lima
meter dihadapan kakeknya
Kakek dan neneknya
saling pandang dan tertawa terbahak bahak,
mereka sama sekali tidak menyangka bahwa telinga ragil telah peka, dan
bisa mendengar dari jarak jauh padahal tadi kakek dan neneknya bercakap cakap
sambil berbisik.
“ ragil coba kamu
bersilat, sesuai kitab yang berwarna kuning, apa kamu juga telah hapal semua
gerakannya?”
Ragil mengangguk
lalu memperagakan gerakan yang ada pada kitab warna kuning,
Kakeknya segera
melemparkan sebuah kayu rotan yang ada didekatnya kearah ragil sambil berkata
“pakai ini ! bukankan dalam gambar harus memegang senjata?
“
Sekali lagi ragil
mengangguk lalu dia mengambil potongan kayu rotan tadi lalu mulailah dia
membuat gerakan gerakan sesuai yang dibacanya
Kakek dan neneknya
terkesima, tidak terasa ragil telah memperagakan enam belas jurus yang ada
didalam kitab kuning tersebut, gerakan
yang dilakukan oleh ragil sangat indah, dilakukannya dengan perlahan, namun
belum dialiri oleh tenaga dalam, tapi inti dari gerakan tersebut telah sangat
sesuai, juga dari olah nafasnya,
Karena itu setelah
melakukan semua gerakan tersebut tubuh ragil basah kuyub, kecapean
“ apakah kamu merasa
capek ragil? “ Kata kakeknya ketika dilihatnya baju ragil basah kuyub
“sedikit kakek, katanya sambil melihat bajunya yang basah
oleh keringat”
Kakek dan neneknya
kembali berpandangan sambil tersenyum
“ Kemarilah ragil ?
buka bajumu akan kakek ajarkan bagaimana
cara agar tidak capek dan mengatur agar
keringat tidak terlalu banyak keluar”
Sambil berlari ragil
menghapiri kakeknya, membuka bajunya lalu duduk bersila dihadapan kakeknya
tersebut,
Mulut sang kakek
komat kamit membaca mantra sambil menempelkan telapak tangannya di punggung
ragil,
Hampir satu jam
berlalu, baru kemudian kakek membuka mata
kemudian melepaskan perlahan tangannya dari punggung ragil,
Demikianlah setiap
hari kegiatan yang mereka lakukan, apabila kakek dan neneknya pergi
meninggalkan gua, maka ragil akan berlatih sendiri, ragil tidak menyadari bahwa dia telah
menguasai ilmu ayahnya melalui kitab kuning tersebut, walaupun melatihnya menggunakan
tongkat pendek sebagai pengganti badik, tetapi ragil sama sekali tidak canggung
menguunakannya, dan juga telah menguasai ilmu kakeknya, dari kitab yang di
berikan kakeknya,
Tanpa terasa dua
tahun telah berlalu, usia ragil kini telah menjelang 10 tahun, tingkat
kematangan gerakan ilmu silatnya telah sempurna, hanya masalah penggunaan
tenaga dalam saja yang masih sedikit kurang
Setelah mempelajari
teori dari olah nafas, sebenarnya didalam tubuh ragil telah terbentuk tenaga
yang begitu besar dan dahsyat walaupun umurnya masih 10 tahun tetapi tenaga
dalamnya telah sangat tinggi, hanya saja ragil masih belum pandai
menyalurkannya,
Kadang membaca dari
buku masih butuh penjelasan penjelasan tertentu, ini jadi tugas kakek dan
neneknya, hanya saja karena sengaja kakek dan neneknya belum langsung
memberikan pemahaman mengenai itu, agar supaya gerakan dari ilmu silat ragil
dibiarkan matang dulu,
Bukankah usianya
baru menginjak 10 tahun? Batin ki ageng
santoso
Tunggu satu atau dua
tahun lagi, biarlah dia belajar sendiri saja dulu agar betul betul memahaminya.
Dua tahun berlalu
kini usia ragil telah dua belas
tahun, ragil tumbuh tinggi, badannya
tegap dan kokoh, karena berlatih ilmu silat terus menerus setiap hari, wajahnya tampan, alisnya tebal, mungkin karena
hidup di gua didalam hutan, yang
menyebahkan kulit wajahnya putih kemerahan,
bibirnya selalu tersenyum, pandangan matanya tajam, tetapi lembut,
rambutnya agak panjang menutupi lehernya,
satu yang paling menarik hati adalah, kala ragil bicara, tutur katanya
sopan, dan pelan
Semua itu karena
tinggal di hutan dan hanya berteman dengan binatang hutan, selain kakek dan
neneknya, tak sekalipun ragil
meninggalkan gua tersebut, selain memang tdk mengenal situasi diluar gua, juga
karena perintah kakeknya untuk tidak meninggalkan gua
Suatu senja disaat
ragil sedang berlatih silat sendirian di depan gua di bawah air terjun, karena
kakek dan neneknya sudah lebih dari sepuluh hari meninggalkannya, ragil bersilat tidak seperti biasanya gerakannya campur aduk, gerakan silat yang seharusnya tidak
menggunakan senjata, disisipkan gerakan gerakan ketika dia berlatih menggunakan
tongkat ataupun pedang kayunya,
Begitupun
sebaliknya, gerakan tersebut terlihat
aneh bagi yang telah mengenal jurus yang di mainkan oleh ragil, karena
seharusnya tangannya memukul dengan telapak tangan terbuka, malah memukul
dengan tongkat, kadang gerakan
sebenarnya harus menangkis dengan kaki, tetapi justru membuat gerakan menangkis
dengan tongkat di tangannya, gerakan kakinya pun jadi aneh saat kaki kiri
didepan lutut ditekuk, tangan kanan memukul kedepan dan tangan kiri didepan
dada, ragil membuat gelakan yang lain
kaki kiri didepan tidak ditekuk, kaki kanan dilurus kebelakang badan
condong kedepan tangan kanan memegang tongkat didada, tangan kiri memukul
dengan telapak, semua gerakan dilakukan
dengan perlahan,
Gerakan Apa yang
dilakukan oleh anak itu bisik kakek kepada nenek,
“Sepertinya dia
berusaha menggabungkan jurus jurus dari tiga kitab yang kita berikan” kata sang nenek
Kakek mengangguk
angguk, luar biasa anak itu, tapi ada gerakan yang saya pikir bukan dari ketiga
kitab yang kita berikan?
“iya kata
nenek, saya juga tadi memperhatikan
gerakannya, sepertinya itu gerakan jurus elang”
tangannya mengambang dan melompat tinggi, kedua kakinya menendang lurus kedepan
lihat pohon yang ditendangnya, bergoyang keras, sepertinya tenaga luarnya sudah sangat besar
untuk ukuran anak seusianya
Memang selama ini ki
ageng santoso dan istrinya, hanya memberikan tiga buah kitab pelajaran silat
untuk ragil, pertama kitab silat dengan memakai senjata badik milik ayahnya,
kedua kitab ilmu pedang milik bapak dari ibunya yang sang ketua padepokan di
sumatera, dan ketiga kitab yang ditulis oleh ki ageng santoso rangkuman ilmu
silatnya dan ilmu silat istrinya,
Selain itu cuma ada kitab olah pernafasan tetapi yang
bagian bab tentang penyaluran tenaga dalam, tidak diberikan oleh ki ageng
santoso dengan alasan, biarkan ragil mempermantap gerakan ilmu silatnya serta
tenaga luarnya saja terlebih dahulu,
karena kesalahan dalam mempelajari ilmu tenaga dalam akan mengakibatkan
luka dalam, dan bahkan kematian bagi pemakainya, ini yang tidak di kehendaki oleh ki ageng
santoso dan istrinya, sampai suatu saat
dimana ragil dianggap siap untuk mempelajari ilmu tentang penggunaan tenaga
dalam tersebut.
Akhirnya setelah
ragil selesai berlatih ki ageng santoso beserta istrinya keluar dari tempat
persembunyiannya, dan berjalan kearah ragil,
Begitu melihat
mereka, ragil langsung berlari menyambut dan memeluk kakek dan neneknya,
setelah sampai didalam gua, kakeknya
berkata kepada ragil
“ragil tadi waktu berlatih silat, kamu mainkan jurus
apa?”
sambil tersenyum
ragil menjawab , “itu tadi jurus tak karuan kakek” senyumnya berubah menjadi tertawa terbahak
bahak
“lho kok ada jurus
tak karuan?” kata kakek berpura pura tidak mengerti
“iya itu jurus gabungan dari semua yang saya pelajari di
kitab” katanya lagi masih tertawa
“Tapi tadi kakek
melihat sepertinya jurus tak karuanmu itu ada unsur jurus elang ya, karena gerakanmu
mirip gerakan burung elang?”
“Eh iya …. Itu saya
pelajari dari kitab silat raja elang”
“Dari mana kitab
silat itu kamu dapatkan? ” kata kakek lagi
“saya membacanya
saat masih di istana kakek, waktu belajar membaca diistana dulu” kata ragil menjelaskan
Ditaman baca banyak
bacaan, saya melihat ada satu buku yang
sudah berdebu karena tidak pernah disentuh, judulnya Raja elang, ternyata isinya gambar gambar silat semua,
“apa kamu telah
habis membacanya? “ berkata kakeknya
“iya kakek, telah selesai sebanyak delapan belas jurus”
“apa semuanya kamu
telah hafal?”
“iya, tapi kalau
jurus terakhir saya ga mau melakukan”
“kenapa?”
“Kerena setiap saya
lakukan gerakannya, nafas saya sesak dan kepala saya pusing” kata ragil santai
“Bisakah kamu
tunjukkan semua jurus tersebut “ kata
kakek lagi
Bisa kakek, katanya
sambil berjalan beberapa meter didepan kakeknya, lalu memulai gerakan jurus
jurus dari kitab raja elang
Walaupun dilakukan
hanya dengan memakai tenaga luar, tetapi kehebatan jurus tersebut tetap
terlihat dengan jelas, pohon yang
terkena pukulan, cakaran atau tendangan ragil, mengelupas, bahkan ada yang
patah
Tujuh belas jurus
telah berlalu, ragil bermandikan peluh, mata kakek dan nenek tak sekalipun
berkedip melihat gerakan gerakan ragil, akhirnya ragil menutup gerakannya,
memeberi hormat lalu berlari kearah kakek dan neneknya, lalu duduk ditengan
tengah kakek dan neneknya,
“loh kok Cuma tujuh
belas jurus? Jurus ke delapan belas
memang kenapa?” kata kakeknya
“ malas kakek,
kepala saya jadi pusing dan rasanya kepengen muntah saat memainkannya”
Tiba tiba terdengar
suara
“Ayo ragil, badanmu
penuh keringat mandi sana”, kata neneknya
Ragil tanpa sungkan
menanggalkan seluruh pakaiannya lalu berlari kearah sungai sambil melompat kedalam sungai berenang
dengan gembiranya,
Kakek dan neneknya
saling berpandangan, umur ragil sudah
menjelang tiga belas tahun, sudah memasuki usia remaja, tetapi tanpa sungkan
bugil didepan kakek dan neneknya,
mungkin karena polosnya dan kebiasaan dari kecil untuk mandi disungai
tanpa sehelai benangpun, sehingga dia tidak menyadari bahwa yang dilakukannya
itu salah.
“ kakang apakah kamu
melihat ada yang aneh dari tubuh ragil”
kata nenek
“Apa yang aneh
dinda?”
“ coba perhatikan
lagi kanda,” kata nenek sambil menunjuk ragil yang lagi berdiri diatas batu
siap siap untuk melompat kesungai
“ aku tidak melihat
sesuatu yang aneh dinda” kata kakek
mencoba memperhatikan ragil dari kejauhan
“ ituloh bagian
selangkangannya “ kata nenek malu malu dengan muka bersemu merah
Tiba tiba kakek
tertawa, “ ha ha ha ha dasar nenek ganjen” kata kakek menggoda, asal lihat laki laki pasti matanya tertuju kesitu.
Wajah nenek bersemu
merah, tapi dia berkata “ ini serius
kanda” kata nenek lagi masih malu malu
“Emang kenapa” kata
kakek
“ukuran kemaluan
dari ragil tdk seperti kebanyakan orang kanda,
dia lebih besar dan lebih panjang, jangan jangan sepanjang dan sebesar
tongkat yang kanda berikan untuk berlatih?
Kata nenek lagi, kali ini sambil memeluk suaminya
Kakek tersenyum lalu
balas memeluk nenek, “ jangan jangan
sekarang kamu lagi pingin nih” kata suaminya,
Nenek tidak
mengeluarkan kata kata dia segera
berdiri lalu menarik kakek masuk kedalam gua
***
“Ragil” kata kakek ketika mereka semua berkumpul
didalam gua
“ada apa kakek?”
kata ragil sambil menatap wajah kakeknya
“hari ini akan aku
berikan kitab terakhir yang saya simpan peninggalan orang tuamu” kata kakek sambil menyerahkan sebuah kitab yang merupakan kelajutan dari
kitab mengenai olah pernafasan dan tenaga dalam, yang sengaja tidak diberikan
seluruhnya oleh sang kakek
“Ketahuilah bahwa
sebenarnya kamu bukan cucu kandung kakek” kata kakek serius,
ragil menatap wajah
kakek dan neneknya berganti ganti, tetapi tidak berkata apa apa
“kamu anak dari
seorang pendekar dari timur, bernama Daeng Mappasunggu”
“ selain seorang
pendekar, ayahmu adalah seorang saudagar kaya raya, dan ibumu adalah anak
seorang pemimpin padepokan di barat sana” kata kakek lebih lanjut
Kemudian sang kakek
menceritakan semua kejadian sehingga ragil ada bersama mereka sekarang di
tempat ini
Selama bercerita
ragil mendengarkan dengan sungguh sungguh,
air matanya menetes, matanya menerawang jauh, tetapi bibirnya tetap
tersenyum,
Walaupun bibirnya
tersenyum tetapi kakek dan neneknya tahu bahwa ragil sangat terpukul mendengar
kisah kematian ayah dan ibunya, wajah
ragil memerah mungkin karena marah, kemudian berubah jadi pucat seputih kapas,
kemudian tiba tiba ragil jatuh pingsan tak sadarkan diri.
Setelah siuman,
wajah kakek dan neneknya berada sangat dekat dengan wajahnya, kelihatannya
mereka begitu khawatir,
Ragil perlahan
bangkit dari tidurnya, menatap dan memeluk kakek dan neneknya,
“terima kasih, atas
pengorbanan kakek dan nenek selama ini”
“apapun yang kakek
dan nenek ceritakan, bagiku kakek dan nenek tetaplah, kakek dan nenekku, tidak ada yang berubah, semoga kakek dan
nenekpun demikian”
Ki ageng santoso
tersenyum air matanya menetes di pipi,
Istrinya sri sulastri, malah menangis tersedu sedu sambil memeluk ragil.
Setelah lama terdiam akhirnya ragil berkata, “ maukah kakek dan nenek menceritakan siapakah
kakek dan nenek sebenarnya? “
Kiageng santoso
menarik nafas panjang berulang ulang, kemudian mulai menceriterakan kisah
hidupnya bersama sri sulastri istrinya,
Burung burung
beterbangan, binatang hutan pada lari ketakutan , pohon bertumbangan dan terbakar, teriakan keras menggema, seorang pemuda
berwajah tampan berambut sebahu, tinggi
walaupun tidak begitu kekar, tetapi badannya kokoh dan kuat, sedang berlatih silat, gerakannya sangat indah tubuhnya ringan
melayang kesana kemari, pada tangan kanannya menggenggam sebuah tombak pendek
bermata dua, panjangnya kira kira hanya 30 cm, kedua sisi mata tombaknya
terbuat dari intan, gagangnya terbuat dari gading, berukir dua huruf BB,
Tiba tiba saja
gerakannya terhenti, matanya memandang ke suatu arah seakan akan tengah
menantikan sesuatu, dia tidak bergerak sedikitpun, benar saja tidak lama kemudian dari dalam hutan
muncullah seekor singa, yang sangat besar, berjalan perlahan mendekati pemuda
tersebut, singa tersebut mengaum keras
dan menatap pemuda tersebut siap untuk menerkam
Pemuda tersebut
bersiap, dia berdiri tegak matanya balas menatap singa, merasa di tantang singa tersebut sangat
murka, dia mengaum lagi, sangat keras
kemudian cepat sekali melompat kearah pemuda tersebut, lompatan singa yang besar tersebut membuat
gerakan angin disekitarnya mendesing,
pemuda tersebut tidak bergerak, tetapi menunggu terkaman singa tersebut,
pada saat kuku kaki singa yang tajam tersebut sedetik lagi mengenai tubuh si
pemuda, tiba tiba pemuda tersebut melompat sekitar satu tombak ke atas,
Tangannya
dibentangkan, hawa sakti dialirkan ke tangan kanannya yang memegang
tombak, disaat melayang turun, kaki kiri
membuat gerakan menampar wajah singa, merasa lawan mengincar kepalanya, singa
tersebut menundukkan tubuhnya sehingga tendangan tersebut melayanng sedikit
diatas kepalanya, lalu singa tersebut berhenti menatap sang pemuda yang masih
melayang diudara, lalu mengaum sangat keras, melompat menyerang sekali lagi,
kali ini moncongnya dibuka lebar
sehingga memperlihatkan giginya yang tajam, dua kaki belakangnya berdiri, kedua
kaki depannya mencakar siap mencabik tubuh sipemuda yang masih melayang turun, masih
diudara lalu pemuda itu membuat gerakan melompat dua tombak ke belakang, tangan
kirinya didorong ke depan mengaluarkan hembusan angin yang dahsyat, tangan
kanannya yang memegang tombak diputar di atas kepala, singa tersebut terpental dua tombak ke
belakang, belum sempat bangkit secarik
sinar putih menghantam tubuhnya, hangus tak berbentuk, tiga tombak di hadapannya pemuda berdiri
tegak sambil memandang ngeri tombak bermata dua di tangannya, sungguh dahsyat senjata ini, tidak boleh
dibuat main main batinnya,
Pemuda tersebut
adalah ragil yang sedang berlatih silat,
semenjak lima tahun lalu ketika kakek dan neneknya menceritakan asal
usulnya, dan menyerahkan kitab tentang tenaga dalam, milik ayahnya, maka ragil terus berlatih
siang dan malam, tanpa kenal lelah, kini
dia semakin dewasa usianya telah menginjak delapan belas tahun, dalam kurun waktu lima tahun ilmu silat ragil
menjadi sangat matang, semua gerakan yang dilakukannya sangat indah, kuat,
tenaga dalamnya telah mencapai tingkat yang sangat tinggi sukar dicari
tandingannya
Ragil menghampiri
tubuh singa tadi, tubuh singa tersebut hangus tak berbentuk, tak ada darah, tak
ada auman,
“kasihan singa tadi”
Batin ragil, disaat tubuh singa tadi
melayang dua tombak ke belakang terkena pukulan tangan kirinya, tangan kanannya
yang memegang tombak memukul ke depan, secarik sinar putih bening keluar dari
ujung tombak, itulah yang menyebabkan singa tersebut menjadi hangus tak
berbentuk
Ragil menggeleng
gelengkan kepalanya sambil berucap setengah berbisik kepada dirinya sendiri, “
padahal jurus “kipas berputar angin berhembus”
tadi adalah jurus pertama dari
enam belas jurus peninggalan ayahku,
sebegitu mengerikan hasilnya, apalagi kalau jurus tadi dilakukan dengan
memakai badik pusaka yang hilang tersebut,
sungguh mengerikan, sungguh kejam,
Tak akan pernah
kupakai jurus jurus tersebut dan juga tombak ini, apabila nyawaku tidak dalam
bahaya, batin ragil bersumpah, dipandanginya tombak itu dengan tatapan ngeri,
mata tombak itu kemudian masuk kedalam gagang tombak sehingga tidak kelihatan,
kini tombak ditangan ragil tak bermata, jadi terlihat seperti kayu rotan
biasa, ternyata pada gagang tombak
bermata dua tersebut terdapat tombol yang tersembunyi, yang bisa
menyembunyikan, kedua mata tombak tersebut.
Ragil kemudian mandi
membersihkan diri, di sungai dibawah air
terjun tersebut, lalu memasuki gua, dia
menatap sekeliling gua tersebut, seakan berat untuk meninggalkannya,
“Sudah saatnya untuk
turun gunung pikirnya,” batin ragil
Besok saya akan
pergi meninggalkan gua ini kata ragil
sambil membaringkan tubuhnya di lantai gua,
kemudian dia mengingat kembali saat saat kakek dan neneknya akan pergi
meninggalkan gua,
Tiga bulan lalu, sebelum meninggalkan gua, ki ageng santoso beserta istrinya sri
sulastri, berpesan kepada ragil agar
terus berlatih dengan tekun, kalau telah mempunyai ilmu yang tinggi agar selalu
dijaga dan dipergunakan untuk kebaikan, jangan menjadi sombong karena ilmu
tersebut, setelah memberi wejangan panjang lebar, ki ageng santoso memberikan
sebuah pedang pusaka milik ibunya, serta sebuah tombak bermata dua milik
ayahnya,
Ragil menerima
pusaka tersebut dengan tertunduk dan air mata menetes di pipinya, neneknya bangkit lalu memeluk ragil sambil
menangis
“sungguh berat
perpisahan ini cucuku, tapi kami berdua
ada urusan yang sangat penting, yang harus kami kerjakan” kata nenek
“kami berharap kita
semua mempunyai umur yang panjang agar kelak bisa berjumpa lagi” kata nenek
“ragil, kalau
kita punya umur panjang datanglah dua tahun kedepan, hari ke lima belas dibulan
kesepuluh, ke sebuah kademangan yang bernama kertoraharjo, kakek dan nenek akan
menunggumu disana” kali ini ki ageng
santoso yang berkata sambil mengusap rambut ragil yang tertunduk di hadapannya,
Ragil mengangguk dan
memeluk kakek dan neneknya, dia tahu
bahwa itu sebagai tanda bahwa kakek dan neneknya akan pergi meninggalkan gua, nenek kemudian mengambil sesuatu dari dalam
gua dan berkata
“ragil ini beberapa pasang pakaian yang nenek jahit
sendiri untuk kamu pakai cucuku,” kata nenek tersenyum sambil menyerahkan
beberapa potong pakaian tersebut,
“Kamu berwajah
tampan dan berilmu tinggi, selain uang,
semua yang wanita inginkan ada pada dirimu, jadi berhati hatilah
terhadap wanita dan kecantikannya,
karena walaupun mereka bisa menjadi madu buatmu, tetapi bisa juga
menjadi racun, “ kata neneknya lagi
sambil tersenyum
Ragil tersadar dari
lamunannya, dia segera bangkit dan menghampiri peti pusaka peninggalan
ayahnya,
Masih terdapat satu pusaka lagi didalam peti
tersebut yaitu sebuah pedang sakti peninggalan ibunya, dia kemudian menimbang nimbang apakah pedang
tersebut juga akan dibawanya atau tidak.
Akhirnya diputuskan
untuk tidak membawa pedang tersebut,
ragil kemudian membawa peti yang berisi pedang tersebut ke suatu ruang
di bagian belakang gua, kemudian
ragil membakar kitab kuning peninggalan
ayahnya sampai menjadi debu, kitab ini
sangat sakti, apabila jatuh ke tangan orang yang salah, akan menjadi petaka
dikemudian hari, katanya membenarkan tindakannya, demikian juga kitab merah rangkuman ilmu dari
kakek dan neneknya habis di bakarnya juga,
hanya kitab oleh ilmu pernafasan yang tidak di ganggunya disimpan
kedalam peti bersama dengan pedang pusaka tadi.
Keesokan
harinya, ragil berdiri tegak didepan gua
, memandangi gua tersebut beberapa
lama, kemudian mundur lima langkah, kakinya agak di regangkan mata menatap tajam kearah gua, tangan kanan
terkepal dipinggang, tangan kiri didepan
dada,
Mulutnya komat kamit
merapal mantra, tiba tiba tangan kenan meninju kedepan, tangan kiri di tarik
kebelakang lalu di dorong kedepan dengan telapak tangan terbuka, menyusul
pukulan tangan kanan tadi dua sinar
berwarna kuning, menderu kearah mulut gua tersebut
Bum …….. terjadi ledakan dahsyat disertai semburan
hujan batu pecahan gua tersebut, dinding gua rubuh, menutup pintu gua, bukan hanya itu bukit tempat air terjun tersebut bergetar
dinding bukit rubuh, tanah bergetar, longsoran batu dari atas seperti hujan
menimbun kebawah
Ragil melompat lima
tindak kebelakang lalu melompat lagi melayang di udara, lalu hinggap di sebuah
pohon sekitar lima puluh meter dari tempat asalnya berdiri, dia memandang gua tempat tinggalnya selama
bertahun tahun, telah tertutup tak berbekas, runtuhan bukit menutup pintu gua,
serta membuat tatakan tatakan baru di penggir sungai sehingga aliran air sungai
terbentuk baru, asap masih mengepul, bekas pukulan ragil,
Ragil memandang tak
berkedip, seakan tak percaya bahwa akibat pukulan yang dikerahkan dengan
seluruh tenaga dalamnya, berakibat fatal seperti itu, gimana kalau sasarannya
manusia, batin ragil dengan alis berkerut
Tadi malam sebelum
tidur ragil telah membuat keputusan untuk berkelana meninggalkan gua, sebelum
ke desa kerto raharjo, seperti yang di minta oleh kakeknya, dia pun
menyembunyikan kitab, dan pedang kedalam gua, hanya tombak bermata dua yang
dibawanya, setelah menimbang akhirnya dia memutuskan untuk meruntuhkan gua
dengan memakai jurus terakhir dari jurus jurus yang terdapat pada kitab raja
elang,
Itulah ragil memukul
gua dengan dua pukulan sakti sekaligus,
jurus “tinju elang” ditangan kanan dan jurus “kepak sayap memutus badai”
ditangan kiri,
Desa, di kaki gunung
itu tidaklah begitu besar, tetapi
tanahnya subur, tanaman padi di sawah mulai menguning, musim panen hampir tiba,
di tugu batas desa berjalanlah seorang pemuda agak tinggi tubuhnya, kira kira berumur
dua puluh tahun, wajahnya putih dan
tampan, badannya sedang tapi kokoh, memakai baju
berwarna merah gelap, celana yang penjangnya sedikit diatas mata kaki berwarna
hitam, rambutnya agak panjang menutup lehernya diikat dengan kain berwarna
merah, pada lehernya terdapat kalung yang terbuat dari tali kain kira kira
seukuran jari kelingking, pada tengahnya terdapat tulisan dua huruf yaitu BB
mulutnya senantiasa tersenyum,
Tiba tiba langkahnya
terhenti, Alisnya berkerut, pandangannya menatap langit dikejauhan, terlihat asap hitam membumbung tinggi,
“kebakaran” batin
ragil, segera ragil berlari menuju
kearah asap tersebut, tubuhnya melayang
bagaikan terbang, terlihat sebuah desa
telah habis terbakar tak satupun rumah yang tersisa, semua dilahap api, mayat mayat berserakan
“terlambat” batin
ragil lagi melihat pemandangan tersebut,
desa tersebut tampaknya telah jadi ajang pembantaian para perampok,
Telinganya mendengar
sebuah gerakan yang sangat halus, dibalik gundukan batu tidak begitu jauh dari
tempatnya berdiri,
Tubuhnya melayang
cepat sekali, seseorang dibalik gundukan batu tersebut tidak dapat melihat
gerakan ragil, betapa terkejutnya dia melihat ragil telah berdiri di hadapannya
sambil tersenyum, padahal jarak antara tempat persembunyiannya dengan tempat
ragil berdiri tadi sekitar lima belas tombak jauhnya
“Ampun tuan” , kata
orang tersebut sambil menggigil ketakutan berlutut ditanah, wajahnya pucat pasi
“ Bangunlah paman,
tidak perlu takut, apa sebenarnya yang terjadi pada desa ini?”
Orang tersebut mengangkat wajahnya, memandang kearah
ragil, melihat ragil tersenyum, sedikit
berkurang rasa takut yang dirasakan olehnya,
“ desa kami baru
saja diserang oleh para perampok tuan “
“tapi mengapa para
perampok tersebut membakar desa dan membunuh orang segitu banyaknya?”
“tidak tahu tuan,
mereka terlihat begitu kalap, mereka membunuh semua orang yang ada di desa,
kecuali wanita wanita, mereka membawanya pergi”
“tahukah paman kemana perginya mereka?”
“ kearah sana tuan,
sekitar dua hari lalu seorang penduduk desa melihat banyak sekali orang tak
dikenal berkumpul dikaki bukit tersebut”
kata orang tersebut menunjuk kearah sebuah bukit di kejauhan
* BERSAMBUNG *
Saya penggemar bacaan cerita silat, dan telah terlanjur membaca cerita ini dan menurut saya cerita ini cukup bagus dan kiranya dapat diselesaikan supaya tidak mubazir
BalasHapusMana lanjutannya daeng
BalasHapusMana lanjutannya daeng
BalasHapusBagus...alur cerita yang tertata dan n bahasa yang yang mudah di cerna
BalasHapus